Kamis, 09 Juli 2015

Belajar dari Malaikat Kecil

Posted By: Pulau Seliu - 08.53

Share

& Comment


Masih tentang Pulau Seliu. Pulau kecil dengan komposisi masyarakat yang kompleks. Tak hanya penduduk asli keturunan nenek moyang Seliu, pulau ini juga dihuni penduduk pendatang yang berasal dari berbagai daerah. Mayoritas masyarakat Seliu bersuku Melayu. Bahasa yang digunakan sehari-haripun juga berbau ala tokoh Ipin-Upin yang biasanya saya dengar di televisi.  Kali ini saya ingin bercerita tentang anak-anak yang ada di pulau kecil ini. Begitu banyak anak-anak yang ada di Pulau ini, dan tentunya tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.
Rambut khas warna merah matahari, badan yang terlapis  kulit coklat eksotis, mata bulat yang selalu berbinar dengan tatapan polos, senyuman yang ikhlas dan tawa yang lepas. Itulah beberapa hal persamaan dari  mereka semua. Masa kecil mereka penuh dengan kegembiraan dan keceriaan yang terbungkus dalam kesederhanaan. Konsep kebahagiaan yang mewah, nyata dan bermakna bagi saya. Dari sekian banyak hal yang saya temukan ada satu hal yang membuat saya iri dari mereka, yaitu semangat. Semangat mereka untuk belajar dan mengaji. Itu semua terlihat jelas sejak kali pertama kami, Tim KKN UGM 2015 unit BBL11 tiba di tanah ini. Riuhnya ajakan mereka untuk membaca, mengambar dan mengaji bersama selalu menyapa saat pagi siang dan bahkan malam ketika selesai melaksanakan sholat tarawih.
Satu pekan terlewati, ada suatu kejadian yang sangat berkesan bagi saya. Suatu ketika, saat saya dan beberapa teman lainnya berkumpul di perpus Desa bersama anak-anak Desa Pulau Seliu, saya bercerita tentang segala hal  tentang peradapan perkotaan. Fasilitas yang lengkap, kemewahan dunia perkotaan, kehidupan maju di Pulau jawa saya ceritakan secara detail kepada “malaikat-malaikat kecil” Seliu ini. Pada akhir cerita, saya bertanya kepada seorang bocah berumur  9 tahun, "Bagaimana? Lebih enak tinggal di kota kan? Makanya besok kamu kalau udah besar sekolah di Jawa, biar tau Jawa itu seperti apa." Saya kira cerita saya akan menginspirasi dan saya akan mendengar jawaban: "Ya, Kak". Tapi ternyata tidak, justru saya terkaget dengan respon yang ada. "Nak boleh kite banding bandingkan tempat tinggal kite. Disana bumi, disini kita juga di bumi. Semuanya same, tak ada yang perlu dibandingkan lagi."
Sepersekian detik saya kaget dengan ucapan bocah ini. Terlintas ucapan seseorang di pikiran saya, ucapan tersebut yakni ucapan Bapak Endat Sofyan seorang mentor “kehidupan” yang sempat menginspirasi saya, beliau pernah berkata: "Disini tanah Tuhan, disana tanah Tuhan. Lalu apalagi yang kau takutkan?".  Perasaan campur aduk yang tidak bisa terjelaskan lagi dengan kata-kata. Malu dan tersadar pada waktu yang bersamaan. Serasa teringat tentang akan sesuatu penting yang terlupakan. Bersyukur.
Walaupun agak sedikit memalukan, penting untuk diakui semenjak berada disini, saya kurang bersyukur. Saya mengeluh dengan kawasan yang sulit untuk mendapatkan sinyal handphone, sengatan matahari daerah katulistiwa, debu dimana-mana, air payau yang saya rasa sangat aneh, dan lain-lain. Betapa malunya saya saat ini kalah dengan seorang bocah berumur 9 tahun. Kalah memaknai arti kata hidup untuk bersyukur di kehidupan sebenarnya. Dari sini, dari  Pulau Seliu, saya belajar sesuatu dari malaikat-malaikat kecil ini. Belajar tentang bersyukur. Belajar tersenyum dan tertawa lepas karena bersyukur atas nikmat-Nya yang masih bisa dirasakan bukan hanya karena kebahagiaan semata.


Terimakasih Malaikat Kecil oleh Dida KHF

About Pulau Seliu

Sebuah portal yang mengenalkan salah satu khasanah Kekayaan Wisata Indonesia yang berada di pulau belitung, Pulau Seliu adalah sebuah pulau kecil yang berada di Selatan Belitung dengan segala keindahan alam dan kearifan lokalnya

1 komentar:

Copyright © 2013 Seliu Island™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.