Senin, 03 Agustus 2015

Hujan Bulan Juli

Posted By: Pulau Seliu - 08.38

Share

& Comment

Mungkin kita kenali sebagian mereka
Yang telah melebihi hujan bulan juli
Ketika rintik rahasia rapat menghujan
Di dekatnya langit kelabu itu

Mungkin kita akrabi sebagian mereka
Yang bijak melebihi hujan bulan Juli
Ketika jejak menghembus tersapu hadirnya
Mereka tertegun dalam hidup sore itu

Mungkin kita resapi sebagian mereka
Yang aktif melebihi hujan bulan Juli
Ketika indera tersibak bentang lara
Disimpan rapat senarai cerita itu

(Gianluigi Grimaldi Maliyar dalam “Hujan Bulan Juli”, 2015)

        Deretan kata perkata dapat mewakili kondisi bulan nan terik ini, terutama di sini pulau kecil di ujung selatan belitung. Sebut saja tempat berpijak ini bernama Desa Pulau Seliu. Rintik hujan yang meneduhkan datang setelah hampir 10 hari terik mentari membakar kulit. Meski hanya sejenak namun teriknya dapat menghilangkan dahaga yang sudah tak terbendung lagi. 

      
        Hujan bulan Juli adalah hujan yang tabah. Tetes-tetes air yang terjebak diantara lautan mentari. Bak cerita hujan bulan Juli, kehidupan yang penuh keterbatasan di tanah ini membuat generasi muda  harus menjelajah tanah seberang untuk mencari masa depan yang lebih baik. Jauh dari kampung halaman dan keluarga mereka jalani untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bukankah mereka hebat dan tegar dalam menempuh kehidupan di tanah Melayu ini?

    
   Cita-cita menjadi barang yang langka bagi anak-anak di tanah ini. Pernah suatu saat ketika mendampingi seorang kawan mengisi kelas inspirasi di bangku sekolah, aku tertegun melihat reaksi mereka ketika ditanya tentang cita-cita. Tak sedikit dari mereka yang menoleh ke kanan dan ke kiri karena kebingungan menuliskan cita-cita mereka. Hidup dalam kotak keterbatasan membuat mereka terkekang untuk berimajinasi dan menyurutkan semangat mereka untuk menjelajahi dunia luar.                Seringkali menjadi nelayan menjadi pilihan utama mereka yang telah mengenyam pendidikan tertinggi di pulau ini. Luasnya bumi pun seolah terbiaskan hanya menjadi sebuah pulau kecil yang sering mereka pijak. Mengarungi luasnya samudra atau mengunjungi hamparan benua masih menjadi barang langka dan angan belaka. Ada sebuah tanjakan kecil di pulau ini yang mereka sebut gunung. Namun tingginya bahkan tidak lebih dari gedung pencakar langit. Sungguh ironi, bahkan bentangan gunung pun mereka tidak tahu. Sungguh, aku sangat ingin mata mereka terbuka. Terbuka lebar untuk menyadari berwarnanya dunia ini. Terbelalak untuk mengagumi indahnya alam semesta ciptaan Tuhan. Agar mereka sadar bahwa dunia ini tidak sesempit yang mereka pikirkan.

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Berkaca dari kisah mereka yang luar biasa, bukankah sudah selayaknya kita sebagai insan yang beriman mensyukuri nikmat Tuhan yang telah diberikan kepada kita. Hidup di tanah Jawa yang sangat dimanjakan dengan beragam kenikmatan terkadang membuat kita lupa untuk bersyukur, betapa nikmatnya hidup di bumi khatulistiwa ini. Memang benar, manusia selalu butuh pengingat untuk menyadari sesuatu yang ada di sekitarnya.


 
      Mendung langit semakin terlihat samar. Seberkas cahaya matahari mulai terlihat diantara awan-awan yang sudah mulai pudar. Hembusan angin terasa segar menghampiri mereka yang berharap. Berharap angin ini dapat melayarkan mereka mengarungi samudera demi samudera hingga sampai ke belahan bumi lain. Sebuah tempat yang belum pernah mereka kenali sebelumnya. Sebuah tempat yang bahkan belum pernah ada dalam angan mereka. Sebuah tempat yang akan memberikan mereka pelajaran tentang luasnya bumi ini. 
     Akankah harap dan cita mereka terwujud? Ataukah hanya tinggal angan belaka?  Kata orang waktu akan menjawab segalanya.  Namun dapatkah kita tetap sabar menunggu arus waktu?

Hujan Bulan Juli

Tak ada yang lebih tabah 
Dari hujan bulan Juli
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon yang berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juli
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juli
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu

Diadaptasi dan disunting dari “Hujan Bulan Juni” (1989) Karya Sapardi Djoko Damono

Artikel oleh : Ria Erlani 

About Pulau Seliu

Sebuah portal yang mengenalkan salah satu khasanah Kekayaan Wisata Indonesia yang berada di pulau belitung, Pulau Seliu adalah sebuah pulau kecil yang berada di Selatan Belitung dengan segala keindahan alam dan kearifan lokalnya

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2013 Seliu Island™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.