Selasa, 15 September 2015

Orang Tua Pertama di Pulau Seliu

Posted By: Pulau Seliu - 02.13

Share

& Comment



Kami masih malu-malu waktu itu, ketika bu Ros mendatangi rumah belakang kami dan menawarkan sejumlah ikan. “Bagaimana? Jadi kamu mau ikan ini tak? Suranya lantang dengan nada akrab sambil menunjukkan ikan mentah di dalam sebuah wadah besar. Kami sempat terbengong sesaat, dalam hati kami kebingungan, hendak dimasak apa ikan-ikan yang diberikan Bu Ros ini. Kami tidak memiliki ilmu khusus untuk memasak, hanya ada peralatan terbatas dengan rempah-rempah yang tidak lengkap pula. Saat itu kami masih beberapa hari menjadi penghuni pulau seliu, masih sering mengonsumsi bekal abon dan kering tempe yang kami bawa dari Jogja. Beruntung, ternyata bu Ros memberi kami ikan matang lengkap dengan bumbu yang sedap.
Salah satu pondokan kami adalah rumah dinas yang sudah tak terpakai selama dua tahun,  memiliki satu kamar yang bisa digunakan, satu dapur, satu kamar mandi, satu ruang makan  dan ruang tamu yang disulap menjadi tempat tidur . Tepat di samping kanan pondokan kami adalah kantor kepala desa, sedangkan di depan pondokan ada rumah pendidikan alqur’an yang sudah bertahun-tahun mangkrak tak digunakan, polindes yang hanya dihuni seorang bidan selama 3 hari dalam seminggu dan rumah kecil tempat berkumpul anak-anak muda. Belakang pondokan kami adalah halaman luas, pertemuan antara halaman-halaman beberapa rumah. Bu Ros tinggal dekat dengan pondokan kami. Rumah beliau berada disamping kiri,  selisih 1 rumah dari pondokan. Rumah sederhana dengan empat penghuni ini , menjadi saksi bahwa betapa kami banyak berhutang budi kepada Bu Ros.
Suara lantang, logat kental khas daerah seliu, tubuh besar dan wajah bulat yang ayu, orang ini lah yang pertama kali merelakan rumahnya untuk kami ganggu. Bu Ros, orang pertama yang menawarkan kamar mandinya untuk kami. Ketika itu kami harus saling mengantri sebanyak delapan belas orang untuk mandi di kamar mandi, dan dua belas orang untuk mandi di masjid. Betapa tersiksanya saat sudah tidak tahan buang air kecil sedangkan kamar mandi masih penuh. Bu Ros membuka pintu rumahnya lebar-lebar untuk kami mencari bantuan.
Bu Ros dan Suaminya, Pak Fadla, seperti orang tua kami disini. Saat harus merayakan Idul Fitri jauh dari kampung halaman, tak bisa berkumpul bersama keluarga, tak bisa merasakan ketupat seperti biasa. Bu Ros dan Pak Fadla mengajak kami membuat ketupat bersama-sama yang disajikan lengkap dengan opor ayam. Mereka membuatkan tekwan, membuatkan pempek dan mengundang kami untuk beramai-ramai makan di rumahnya. Menikmati makanan yang disuguhkan dengan romantisme Bu Ros dan Pak Fadla adalah kesempatan istimewa yang kami dapatkan di sini. Keluarga sederhana ini begitu ikhlas membagi keharmonisan mereka kepada kami, anak-anak pendatang yang malah sering merepotkan.
Kami masih sering meminta bantuan Bu Ros, termasuk meminta beliau memasakkan makanan untuk kami bertiga puluh, dua kali makan dalam sehari. Bak koki profesional, beliau membuatkan kami rupa-rupa masakan. Mulai dari gangan ikan khas Belitung, kepiting saus kecap yang resepnya beliau dapatkan dari koki Singapura,  nasi kuning dan masakan lainnya. Bu Ros tidak pernah sedikitpun menolak kami. Jika ada acara penting yang mengharuskan kami semua datang pada jadwal yang bersamaan, Bu Ros membuka pintu rumah sejak shubuh agar kami bisa mandi bergantian dan tak terlambat. Bahkan menawarkan rumah orang tua beliau agar kami tidak terlalu panjang mengantri. Sesekali kami membantu beliau di dapur sambil bercanda dengan anak bungsunya yang masih kelas satu SD. Sesekali juga kami menyempatkan diri berkelekar bersama beliau dan keluarga di teras rumahnya. Kami saling bercerita, diselipi petuah bijak dari Pak Fadla.
Bu Ros memperlakukan kami seperti anaknya sendiri, apalagi saat ada beberapa dari kami yang sakit. Beliau menyiapkan kompres yang diramu dari daun kapuk dan air, turut mengompres dahi kami ketika malam . Beliau juga membuatkan bubur khusus untuk kami, menyiapkan tempat tidur dan menjaga kami agar tetap tidur tenang dan hangat saat sakit. Maklum masing-masing pondokan kami berisi delapan belas dan duabelas orang yang  rasanya sulit jika tidak ramai. Rumah Bu Ros yang sederhana penuh dengan kenyamanan. Dapurnya yang mini penuh keceriaan, ruang keluarga yang teduh dan tenang, ruang tamu yang hangat, dan hati pemiliknya yang lapang mampu menampung kami yang berdatangan meminta bantuan.  Dengan sedikit cucuran keringat di kening beliau memberikan senyuman ikhlasnya untuk kami. Senyuman yang tak akan pernah kami lupakan dari ibu kami di Pulau sejuta kisah ini . Terima kasih Bu Ros, jasamu bagai namamu, bunga Ros yang mekar di padang ilalang penuh hujan dengan angin lembut dari pulau sejuta ikan.


Oleh Choiri Khumaidah Fikriyah

About Pulau Seliu

Sebuah portal yang mengenalkan salah satu khasanah Kekayaan Wisata Indonesia yang berada di pulau belitung, Pulau Seliu adalah sebuah pulau kecil yang berada di Selatan Belitung dengan segala keindahan alam dan kearifan lokalnya

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2013 Seliu Island™ is a registered trademark.

Designed by Templateism. Hosted on Blogger Platform.