Seliu, adalah desa dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya
sebagai nelayan. Pulau kecil yang terletak di selatan Pulau Belitung ini
dikeliling oleh pantai dan lautan, tempat dimana para nelayan menangkap
rejekinya. Mereka berada di laut kurang lebih selama lima belas hari setiap
bulannya, ada yang memilih melaut harian ada yang memilih melaut mingguan.
Nelayan yang melaut harian memiliki waktu kurang lebih satu hari untuk
mempersiapkan segala peralatan melaut agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya
di esok hari. Mereka yang melaut mingguan memiliki waktu kurang lebih tujuh
hari untuk persiapan dirinya selama tujuh hari juga di lautan. Selama persiapan
melaut ini, mudah ditemukan istri para nelayan turut membantu membuat jala pada
siang hari di depan rumah mereka. Namun, seberapapun persiapan mereka untuk
menangkap rejeki masih ada hal yang dapat mengurungkan niat mereka untuk
melaut, yaitu angin. Bulan Agustus adalah bulan dimana angin bertiup cukup
kencang.
Sekitar 90% mata pencaharian warga merupakan nelayan, dari kurang
lebih sekitar 330 kepala keluarga. Rata-rata pendapatan mereka setiap bulannya
berada di kisaran 2.2 juta. Upah dari hasil menangkap ikan ini tentu digunakan
untuk membeli sembako dan kebutuhan lainnya. Mereka jarang membelanjakan uangnya
untuk membeli lauk pauk karena dapat langsung mengambil dari hasil tangkapan.
Terdapat hal unik menurut saya yang saya temukan selama
bincang-bincang yang terjadi, yaitu pengeluaran untuk rokok lebih mahal
dibanding pengeluaran untuk membeli kebutuhan beras sekeluarga dalam satu hari.
Saya beberapa kali mengobrol dengan istri para nelayan, saat sebagian dari
mereka sedang menjahit pukat, memasak, atau bersantai di siang hari. Para istri
mengatakan bahwa suami mereka biasanya menghabiskan satu bungkus rokok setiap
harinya, bahkan ada yang dua bungkus per harinya kemudian saya beralih
menanyakan tentang bagaimana mereka membelanjakan pendapatan dari melaut untuk
keperluan sehari-hari. Harga rokok berada di kisaran Rp 18.000,00 per
bungkusnya sedangkan satu keluarga diperkirakan memiliki empat anggota di
dalamnya menghabiskan beras kurang lebih satu kilo per harinya atau sebesar Rp
13.000.
Saya coba memastikan kembali tentang jumlah bungkus rokok yang dibeli
dan kebutuhan beras sehari, kemudian saya sampaikan kepada istri para nelayan
“Bu, berarti untuk beli rokok Bapak sehari lebih mahal dibanding kebutuhan
untuk sekeluarga ya, Bu?” sebagian besar dari mereka mengiyakan sambil tertawa,
menyadari bahwa selama ini membeli barang yang membawa dampak buruk bagi
keluarga demi memenuhi candu satu orang dibanding menghabiskan lebih banyak
uangnya untuk kebutuhan gizi keluarga.
Lagi, saya temukan hal unik ketika menjelang maghrib saya pergi ke
warung sekitar hendak membeli air mineral. Sebelumnya saya ingin memberi tahu
terlebih dahulu bahwa listrik di Seliu dioperasikan selama 12 hingga 13 jam per
harinya, yaitu pukul 16.30 hingga 06.00 di keesokan harinya Saya kaget ketika
sebuah warung biasa memiliki TV flat dan sedang menayangkan salah satu saluran
TV internasional, Fox Movies. Warung
lainnya sedang menayangkan saluran Bloomberg.
Keesokan harinya setelah saya merasa mulai lebih baik akibat perjalanan yang
melelahkan, saya mendapati bahwa banyak rumah memiliki antena parabola. Tidak
hanya rumah yang berdinding tembok, tetapi juga rumah yang berdinding kayu
sederhana.
Tidak sedikit pula dari mereka yang berlangganan TV kabel untuk
menayangkan saluran-saluran internasional. Saya coba bandingkan dengan
lingkungan tempat saya tinggal di Yogyakarta dimana hanya sedikit dari mereka
yang berlangganan TV kabel karena beberapa alasan tertentu, seperti kurang
tertarik untuk menggunakan waktu luangnya dengan menonton TV, mendidik anak
agar tidak malas, atau mungkin karena gadget yang dimiliki sudah dapat memenuhi
kebutuhannya akan informasi dibanding melalui TV. Apa yang ada di dalam benak
saya pertama adalah warga disini tidak mau tertinggal dibanding wilayah lain,
walaupun masih bermasalah dengan ketersediaan air bersih, namun tidak
menghalangi mereka untuk tetap up-to-date
dengan segala informasi.
Saya kemudian menyadari bahwa ada alasan lain dibalik banyaknya
keluarga yang memiliki antena parabola dan berlangganan TV kabel, hal ini
menurut saya pribadi cenderung didasari akan kebutuhan yang tinggi akan
hiburan.
Seliu adalah pulau yang dikelilingi dengan keindahan alam yang menurut
saya menakjubkan, hanya dengan berjalan kaki sudah dapat bersinggah ke
pantai-pantai yang jernih berpasir putih. Orang-orang yang tinggal di dalamnya
sangatlah membuat pendatang seperti saya dan kawan-kawan merasa betah selama
kami tinggal disini. Namun, merupakan tantangan tersendiri bagi wilayah yang
terpencil di masa yang terglobalisasi ini. Hal-hal yang berbau modern sangatlah
cepat menyebar, sayangnya menanamkan moral membutuhkan ketekunan dan proses
yang terus menerus berlangsung.
Masing-masing wilayah dan individu akan menghadapi tantangannya
masing-masing. Semua bergantung pada kesiapan dirinya. Hal sederhana seperti
pengeluaran yang lebih besar untuk belanja kebutuhan rumah daripada rokok dan
mengisi waktu luang dengan hal yang lebih mampu meningkatkan kualitas diri
merupakan salah satu cara untuk mengarahkan warga Seliu menyiapkan diri dalam
mengahdapi tantangan uniknya.
Seliu, terima kasih atas segala pengetahuan di setiap menitnya
0 komentar:
Posting Komentar