Melaksanakan
KKN di bulan Ramadhan ada suka dan duka tersendiri. Walau saya bukanlah seorang
muslim, saya bisa merasakan kerinduan rekan-rekan saya yang saat ini tidak bisa
berpuasa di rumah dan merayakan idul fitri dirumah bersama keluarga. Di sisi
lain ada rasa kekeluargaan yang baru yang bisa dirasakan di Pulau Seliu,
eratnya rasa kekeluargaan di Pulau Seliu, membuat hari raya Lebaran dan juga
Hari Raya Galungan bagi umat Hindu seperti saya yang kebetulan jatuh 2 hari sebelum
Idul Fitri menjadi terasa lebih hangat. Warga disini terbiasa gotong royong
setiap ada hari raya besar dan saling silahturahmi.
Pada
saat malam sehari sebelum Idul Fitri,di Pulau Seliu biasanya dilaksanakan
Takbiran keliling dengan membawa obor, beduk dan speaker. Namun untuk tahun ini
malam takbiran menjadi lebih ramai karena keberadaan kami mahasiswa KKN yang
ikut berpartisipasi dalam melaksanakan malam takbiran. Dari informasi beberapa
warga, malam-malam takbiran tahun sebelumnya tidak terlalu ramai, karena jumlah
pemuda di Seliu tidak terlalu banyak. Sebelum
takbiran di mulai tentunya perlu disiapkan segala peralatan yang diperlukan,
salah satunya adalah bambu yang digunakan untuk membuat obor. Saya dan beberapa
rekan KKN serta pemuda asli Seliu mendapat tugas mencari bambu. Bambu bukanlah
jenis tanaman utama yang banyak di temui
di Pulau Seliu seperti halnya pohon mangga. Bambu terdapat di bagian barat
desa, sedikit masuk hutan-hutan yang masih sangat alami dan hijau. Kali ini
diantar oleh Bapak Sumiarsa, kepala BPD Seliu yang sangat ramah menuju kebun
beliau untuk diambil bambunya. Berjalan melalui jalan setapak melewati
perumahan warga, kebun serta kemudian masuk hutan, sangat terasa sekali nuansa
pedesaan yang masih asri dan alami. Jalan yang berpasir dan warga yang akan
selalu menyapa ketika berpapasan mengingatkan kembali ke kampung halaman di
sebuah Desa di Bali. Ramah tamah serta keindahan alamnya tidak jauh berbeda.
Melewati jalan setapak menuju pohon bambu, tidak ada gedung-gedung tinggi, atau
asap kendaran serta pabrik yang menggangu pernapasan, yang ada hanyalah pohon
kelapa, mangga dan pohon-pohon lainnya yang membuat perjalanan semakin terasa
menyenangkan. Sampai di lokasi terdapatnya pohon bambu, Mulyadi salah seorang
pemuda Desa Seliu dengan cekatan memotong bambu yang ada. Bambu yang sudah
didapat kemudian dipotong kecil-kecil untuk membuat obor.
Sore
hari sebelum malam takbiran anak-anak kecil sudah ramai datang kepondokan
mahasiswa, ada yang sudah membawa obor sendiri dan ada yang sudah siap meminta
obor yang sudah dibuat. Bagi saya yang merupakan satu-satunya Hindu di Pualu
Seliu untuk saat ini, ikut merayakan hari raya umat Muslim merupakan wujud
nyata toleransi antar umat beragama. Walau di Seliu penduduknya 100% Muslim,
namun rasa toleransinya sangat tinggi, tidak ada yang memebeda-bekan agama,
yang ada hanyalah semua tersenyum lebar dan bahagia menyambut hari raya Idul
Fitri di tahun 2015 ini. Sepertinya
kebersamaan seperti ini yang suatu saat akan dirindukan setelah KKN di Pulau
Seliu ini berakhir.
1 Malam setelah Takbiran – oleh Made Sapta
0 komentar:
Posting Komentar