Etika
sebuah wilayah berproses menjadi daerah pariwisata berkembang, sudah sewajarnya
diimbangi dengan kemajuan kualitas dari penduduknya. Inftastruktur dan segala
bantuan fasilitas yang diperbantukan harus dibarengi dengan berkembangnya pola
fikir masyarakatnya. Desa Pulau Seliu, sebuah desa yang berada di sebuah pulau
kecil dengan beragam panorama alam yang disuguhkan. Pantai nan indah dengan
masyarakatnya yang ramah bahkan kepada para pendatang.
Ketika
sampai di pulau ini, saya jumpai banyak
anak kecil yang bermai dibawah terik sinar matahari. Kulit mereka semakin
menghitam berkeliaran menyusuri Pulau yang dilalui garis khatulistiwa ini. Mereka
bermain tidak pandang usia, SD. SMP bahkan TK seluruhnya membaur, ada pula beberpa juga asik sendiri tidak jauh dari
kerumunan. Jika dibadingkan dengan
suasanya di kota, atau wilayah yang lebih maju, hal ini terlihat wajar, karena
memang listrik hanya ada ketika matahari tenggelam. Anak-anak seliu tak seperti
anak-anak lain yang kini mulai sibuk di dalam rumah dengan gadget ditangan
sepanjang hari. Ketika mulai berbincang dan berbagi dengan mereka. Muncul
sebuah percakapan yang membuat saya merasa bersedih. Ketika itu, kami sedang
belajar menggambar bersama, dan iseng saya bertanya tetantang cita-cita mereka,
Ada yang ingin menjadi dokter, tentara, bahkan pilo,. Ketika perbincangna lebih
dalam, saya melontarkan pertanyaan lain,
“kamu
mau jadi dokter apa memang? Hewan?anak? atau kandungan? Kalau kamu, mau jadi
jadi tentara angkatan laut? Udara atau darat?”
Dan jawaban mereka yang
diamini oleh anak-anak lain membuat saya tersentuh,
“belum tahu kak. Yang
penting tercaapai dulu baru nanti dipikir lagi”
“Iya Kak, yang penting
kalau bisa sekolah dulu kami selesiakan” kata meraka.
Yah,
untuk anak Pulau Seliu, bermimpi saja mereka harus pikir-pikir terlebih dahulu.
Fasilitas pendidikan disini masih dibawah standar. Untuk menempuh jenjang SMA mereka
pun harus pergi ke Pulau Belitung. Di Pulau Seliu, profesi yang paling umum
adalah nelayan, sedang profesi lain juga tidak begitu beragam, sehingga
pandangan anak pulau Seliu masih berkutat pada apa yang mereka lihat di
lingkungannya. Sekolah cukup sampai SD atau SMP saja, kemudian jadi nelayan,
kuli angkut atau berdagang.
Disitu
saya merasa mereka membutuhkan kita. Tidak muluk-muluk untuk menyekolahkan mereka,
sekedar perhatian dan membuka mata mereka, bahkan kesempatan mreka untuk meraih
cita-cita masih besar, diluar Pualu Seliu terdapat dunia yang luas, dengan
beragam cita dan asa serta beragam jalan untuk menggapainya. Kelak, kemudian
mreka dapat kembali ke Pulau Seliu, memajukan kampung halaman mereka dan
mengenalkannya kepada dunia.
Penuh
harapan – Oleh Hani
0 komentar:
Posting Komentar